Saturday, May 9, 2015

On 4:27 PM by Unknown in , , ,    No comments
Lanskap Muara Jambi Tampak Atas
Desa Muara Jambi merupakan sebuah desa tua yang memiliki bentangan alam di mana wilayahnya dibelah oleh aliran sungai Batanghari yang mengalir dari hulu ke hilir desa sepanjang 2 kilometer. 

Secara astronomis desa ini berada pada 1030 22’ BT hingga 1030 45’ BT dan 10 24’ LS hingga 10 33’ LS. 

Secara keseluruhan wilayah Desa Muara Jambi berada di ketinggian 8 hingga 12 meter dari permukaan laut. Berdasarkan ketinggian ini, lingkungan alam Desa Muara Jambi merupakan dataran rendah. 

Dilihat secara keseluruhan berada di daerah kawasan dataran rendah hutan tropis Sumatera. 

Beberapa titik di wilayah ini sering mengalami banjir pada musim hujan dan ketika terjadi pasang di Sungai Batanghari. Tingginya intensitas banjir di wilayah ini dapat dilihat dari debit air banjir yang sering melanda daerah ini hingga ketinggian 6 meter. Umumnya daerah yang sering dilanda banjir merupakan bekas daerah rawa dan daerah resapan air yang pada saat sekarang telah berubah fungsi menjadi pemukiman dan aktivitas pertanian. Adanya periode banjir yang datang secara berkala melanda kawasan ini, menjadi salah satu indikator pendorong adanya sungai buatan yang dibangun manusia pada masa lalu untuk mengatasi dan meminimalisir debit air banjir yang datang. 

Di dalam wilayah Desa Muara Jambi terdapat 3 tanggul alam kuno (natural levee) yang berada di utara wilayah desa. Masyarakat Muara Jambi menyebut ketiga tanggul atau parit tersebut dengan nama Sekapung, Buluh dan Johor. 

Ketiga tanggul ini saling berhubungan dan merupakan saluran bagi aliran Sungai Batanghari yang masuk menuju ke arah utara. Di wilayah selatan terdapat sebuah sungai kecil yang disebut masyarakat dengan nama Sungai Jambi. Aliran sungai ini mengikuti aliran Sungai Batanghari menuju Danau Kelari yang berfungsi sebagai daerah resapan air.

On 3:25 PM by Unknown in , , ,    No comments

Wonderful Indonesia : Candi Muara Jambi

On 3:18 PM by Unknown in , , , ,    No comments

Sebuah film pendek tentang paket wisata terbaru dari Candi Muara Jambi dan Desa Muara Jambi yang dibuat oleh Muhammad Kurniawan (Uju Wawan), anak dari Alm. Rapa'i.

Video berdurasi 4.10 menit ini bercerita tentang kunjungan beberapa wisatawan, mulai dari Profesor ahli sejarah Eropa hingga Rinpoche Tsulnam dari Tiongkok.

Semoga video ini dapat lebih memicu kreatifitas dari pemuda di Desa Muara Jambi. 
On 11:40 AM by Unknown in , , , , ,    No comments
Candi Gumpung Aerial View

Sejak dulu, bukit-bukit kecil yang menjulang kerap mengundang tanya. Salma (80), warga Desa Muaro Jambi, Kecamatan Maro Sebo, Muaro Jambi, Provinsi Jambi, pernah meyakini ada sesuatu yang tersembunyi. Keyakinannya itu benar. Akhirnya, gundukan yang dikelilingi kebun duku dan durian miliknya menyingkap sebuah ”kota tua”.

”Bukit-bukit itu kami sebut menapo (tumpukan bata yang membentuk struktur candi),” ujar Salma, saat mengenang bukit-bukit kecil tersebut pada akhir Januari lalu. Rahasia bukit kecil terungkap setelah Salma menikah dan punya anak. Pada 1970-an, sejumlah petugas arkeologi dari Jakarta mengupas dan memugar gundukan besar dan luas yang tak jauh dari kebunnya di Desa Muaro Jambi.

Hasilnya, bangunan bata megah berukuran 17 meter x 17 meter, yang dinamai Candi Gumpung, berdiri. Rangkaian pemugaran terus berlanjut hingga menjadi kompleks Candi Muaro Jambi yang terdiri dari Candi Gumpung, Candi Tinggi, Astano, Kembar Batu, Kedaton, Koto Mahligai, dan Teluk. Namun, tak semua candi utuh. Kompleks candi ini terletak sekitar 35 kilometer sebelah utara Kota Jambi. ”Ternyata benar, ada banyak candi di desa kami. Tidak sia-sia kami menjaganya selama ini,” ujarnya.

Selama ini, masyarakat Desa Muaro Jambi sangat menjaganya hingga kemegahan di balik bukit kecil itu tersingkap. Suatu kali, Salma mencangkul hingga kedalaman 1 meter. Tiba-tiba ia mendapat patung perunggu berbentuk anjing di dekat salah satu menapo. Tak hanya itu. Beberapa kali Salma menemukan uang kuno berbentuk koin dengan lubang di tengahnya. Gerabah dan pecahannya juga diperolehnya saat berkebun.

KOMPAS/IRMA TAMBUNAN Candi Gumpung merupakan bagian dari Kawasan Cagar Budaya Muaro Jambi yang dicalonkan sebagai warisan dunia atau world heritage. Situs ini memerlukan pelestarian yang terpadu dengan masyarakat, lingkungan, dan budaya setempat.
Bata-bata tua yang tercecer di antara menapo ditatanya kembali. Tak jarang, jika kelelahan berkebun, Salma tertidur. Ia juga selalu mengingat pesan orangtua untuk tidak bertindak gegabah, seperti buang air kecil, meludah, dan bertindak atau berucap tak senonoh di sekitar menapo. ”Bukan karena percaya mistis. Orangtua kami yakin menapo-menapo itu adalah peninggalan suci pada masa lalu. Harus dihormati,” ujarnya.

Penghormatan masyarakat selama turun-temurun terhadap menapo dinilai kalangan arkeolog sebagai bentuk pelestarian terhadap situs. Itu sebabnya di hamparan seluas 3.100 hektar di sepanjang tepian Sungai Batanghari, ratusan candi dan menapo yang tertimbun tanah nyaris tak terganggu.

Sejak awal, upaya rekonstruksi sejarah mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Puluhan warga bahkan terlibat saat proses ekskavasi dan pemugaran. Setelah proyek selesai, mereka bergantian menjaga dan memelihara situs.

Kekaguman dunia

Kemegahan Muaro Jambi dalam kuatnya ikatan dengan masyarakat lokal mengundang kekaguman dunia. Kawasan tersebut berpeluang menjadi warisan budaya dunia. Muaro Jambi ternyata 20 kali lebih luas daripada Candi Borobudur di Jawa Tengah dan dua kali lebih luas daripada kompleks Candi Angkor Wat di Kamboja. Kompleks Candi Muaro Jambi pun sempat disebut sebagai kawasan candi terluas di Asia Tenggara.

KOMPAS/IRMA TAMBUNAN Candi Gumpung merupakan bagian dari Kawasan Cagar Budaya Muaro Jambi yang dicalonkan sebagai warisan dunia atau world heritage. Situs ini memerlukan pelestarian yang terpadu dengan masyarakat, lingkungan, dan budaya setempat.
Tak heran jika Prof Masanori Nagaoka, Programme Specialist for Culture UNESCO, saat mengunjungi Muaro Jambi empat tahun silam, mengagumi kompleks ini. ”Situs itu masih sangat asli,” katanya.

Keberadaan candi-candi di kawasan tersebut tetap asri meski dipugar para arkeolog. Kondisi bangunan dan lingkungannya relatif terawat dan memberikan kesan hubungan harmonis antara masyarakat dan situs. ”Saya belum melihat potensi yang dapat menjadikan situs ini gagal sebagai warisan dunia,” kata Masanori dalam catatan komentarnya.

Singkat kata, di kawasan tersebut, manusia, lingkungan, dan budaya tetap terjaga orisinalitasnya sehingga Muaro Jambi masih tampak seperti masa kejayaannya pada abad VII hingga XIV atau pada masa Melayu Kuno. Bahkan, saat pembangunan pabrik karet dan sawit serta penimbunan batubara marak tiga-empat tahun terakhir, hanya sebagian kecil menapo yang tergerus atau tertimbun genangan logam batubara.

”Hingga kini, masyarakat masih memegang nilai-nilai lama dan filosofi yang menjaga keaslian situs,” ujar Abdul Hafiz, Ketua Dwarapalamuja, lembaga pelestari situs Muaro Jambi, yang juga pemandu wisata di situs Muaro Jambi.

Muaro Jambi juga merupakan universitas bagi ribuan biksu. Mereka tidak hanya datang untuk mendalami agama, tetapi juga ilmu kedokteran, logika, filosofi, dan tata bahasa.

KOMPAS/IRMA TAMBUNAN Sebagian relief tertumpuk di kompleks Candi Kedaton, kawasan Cagar Budaya Muaro Jambi, Jambi, Sabtu (25/1/2014). Banyak relief kuno dicuri pengunjung selama masa ekskavasi sejak 2012. Pengamanan situs dibutuhkan lebih ketatagar tidak semakin banyak tinggalan kuno hilang dari tempat aslinya.
Lana Atisya adalah salah seorang biksu muda asal India yang bersekolah di Muaro Jambi selama 12 tahun sebelum kembali ke India. Ada juga Pendeta I-Tsing asal China yang membuat catatan saat singgah. ”Ribuan orang belajar dalam bangunan bertembok. Masyarakatnya ikut menyiapkan makanan dan ikut belajar. Keharmonisan tumbuh di Muaro Jambi,” tulis Masanori.

Ibu kota Melayu

Di bukunya mengenai naskah Melayu tertua, ahli filologi Uli Kozok menyatakan, Muaro Jambi selama berabad-abad pernah menjadi ibu kota Melayu. Peneliti Belanda, Schnitger, menyebut bangunan Muaro Jambi sebagai bagian dari sebuah kota yang besar. Situs ini juga tak kalah dengan Muara Takus di Riau, Padanglawas di Sumatera Utara, atau Bumiayu di Sumatera Selatan. Demikian pula McKinnon yang menilai Muaro Jambi merupakan situs terbesar di Sumatera.

Winston Mambo, Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi, membenarkan hal itu. ”Kompleks candi ini memang sangat megah,” ujarnya. (Irma Tambunan)
  
Editor     : I Made Asdhiana
Sumber    : KOMPAS CETAK

On 11:34 AM by Unknown in , , , , ,    No comments
Desa Muara Jambi Aerial View
JAMBI, KOMPAS.com - Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi akan mengajukan tujuh desa untuk dimasukkan dalam program pengembangan desa wisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

"Kita telah mengajukan sedikitnya tujuh desa untuk diterima sebagai calon desa wisata yang merupakan program pengembangan oleh Kemenparekraf. Mudah-mudahan pada 2014 ini ada yang masuk," Kepala Bidang Destinasi Dibudpar Provinsi Jambi, Guntur, di Jambi, Rabu (21/5/2014).

Adapun desa-desa yang telah diajukan tersebut adalah tiga desa di dalam komplek percandian Muarojambi, desa Rantau Panjang dengan obyek wisata andalan perkampungan rumah tua, Desa Biuku Tanjung dengan obyek andalan Geopark Merangin, Pematang Kabau dengan obyek komunitas SAD Bukit 12, Kampung Laut dengan obyek perkampungan nelayan, Lempur dengan obyek Gunung Raya, dan Kayu Aro perkebunan teh.

Di antara desa-desa itu, yang paling siap adalah Desa Muarojambi dan Desa Rantau Panjang, karena memang selain keberadaan obyek andalan dan obyek pengembangan di dua desa tersebut sudah tersedia dan terawat dengan baik. "Di dua desa tersebut juga telah ditempatkan tenaga PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) sebagaimana syarat yang ditetapkan Kemenparekraf," kata Guntur.

Sementara untuk desa-desa yang lain, hingga kini masih belum ditempatkan PNPM, sehingga masih menunggu proses selanjutnya, meskipun secara obyek dan pendukung sudah sangat baik bahkan lebih memadai serta memenuhi syarat.

"Kita juga tidak bermimpi semua desa yang kita ajukan itu akan langsung diterima," katanya.

Guntur menambahkan, program desa wisata adalah program yang telah lama diluncurkan Kemenparekraf dan telah puluhan desa wisata ditetapkan di seluruh Indonesia, namun hingga kini belum ada satu pun dari Jambi.

Editor : I Made Asdhiana
Sumber: Antara